Menyikapi Perbedaan Awal Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah:
Apa yang mesti saya lakukan jika hilal telah terlihat di sebagian negara islam, akan tetapi negara yang aku berada padanya menyempurnakan Sya’ban dan Ramadhan tiga puluh hari?
Asy-Syaikh rahimahullah menjawab:
Segala puji bagi Allah Ta’ala, wajib atasmu untuk tetap bersama penduduk (pemerintah) negerimu, jika mereka puasa maka berpuasalah bersama mereka, jika mereka berbuka berbukalah bersama mereka. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa itu pada hari kalian sedang berpuasa dan berbuka itu pada hari kalian berbuka dan ‘Idul Adhha itu pada waktu kalian menyembelih kurban.”
Dan dikarenakan perselisihan itu jelek. Maka wajib atasmu untuk puasa bersama negerimu, jika kaum msulimin di negerimu berbuka maka berbukalah bersamaa mereka, jika mereka puasa maka berpuasalah bersama mereka.
Kemudian beliau berkata: Jika semua orang merasa tenang akan benarnya ru’yah bahwa hilal sudaah nyata terlihat maka wajib untuk puasa karena hilal itu dan berbuka karena hilal. Akan tetapi jika manusia berselisih akan kenyataan terlihatnya hilal dan sebagian tidak percaya pada yang lain, maka wajib atasmu untuk puasa bersama kaaum muslimin di negerimu, dan wajib atasmu untuk berbuka bersama mereka. Mengamalkan hadits tersebut di atas.
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawi’ah : 15/100-102)
Pada halaman 98-99 beliau menjawab pertanyaan yang mirip dengan berkata:
Yang nampak dari dalil-dalil syari’at adalah bahwa setiap orang yang tinggal di suatu negeri wajib atasnya untuk puasa bersama penduduk negeri itu, berdasarkan hadits,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa itu pada hari kalian sedang berpuasa dan berbuka itu pada hari kalian berbuka dan ‘Idul Adhha itu pada waktu kalian menyembelih kurban.”
Dan dikarenakan apa yang diketahui bahwa syari’at memerintahkan untuk bersatu, dan mewanti-wanti dari perpecahan dan perselisihan.
Asy-Syaikh Muhammad bin Al-’Utsaimin rahimahullah berkata dengan perkataan serupa ketika menjawab pertanyaan dalm acara “Nur ‘Ala Ad-Darb”:
Akan tetapi bersamaan dengan itu kita mengatakan, sesungguhnya seeoraang jika berada di suatu tempat, maka hendaknya dia mengikuti tempat tersebut. Jika pemerintah memerintahkan untuk puasa maka hendaknya dia puasa, jika mereka memerintahkan untuk berbuka maka hendaknya berbuka. Jika dia masuk ke suatu negeri yang dia telah dahulu dalam ru’yah hilal artinya dia datang dari negeri yang telah puasa sebelum negeri yang dia datangi dua hari, maka dia tetap berpuasa sampai penduduk negeri tersebut yang dia datang padanya berbuka. Dan jika sebaliknya, yaitu dia datang ke suatu negeri yang telah daahulu berpuasa, maka dia berbuka bersama penduduk negeri tersebut, kemudian dia mengqadha’ apa yang luput darinya. Karena tidak pantas bagi seseorang untuk menyelisihi jama’ah, bahkan hendaknya dia mencocoki mereka, jika tersisa sesuatu maka dia menggantinya.
(Nur ‘Ala Ad-Darb – Kitab Ash-Shaum: 30/216)
Demikian ucapan beliau dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin.

Demikian pula nasehat Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah dalam Ash-Shahihah (6/246):
Dan kami memandang merupakan suatu kewajiban atas pemerintah-pemerintah islam untuk bersatu pada hari puasa dan buka mereka, sebagaimana mereka bersatu pada hari haji mereka. Dan karena tertundanya mereka menggapai hal itu, maka kami tidak menyarankan para rakyat untuk berpecah belah antara mereka. Sebagian puasa bersama negerinya dan sebagian bersama negeri yang lain. Dan yang demikian ini sebagai bentuk mencegah kerusakan yang besar dengan kerusakan yang kecil, sebagaimana hal ini dikukuhkan dalam ilmu ushul.
Wallahu a’lam bi shawab. Insyaallah dengan berjalannya kita dengan pemerintah kita akan menghidarkan dari banyak mafsadat.

Sumber :  thalibmakbar.wordpress.com

Posting Komentar untuk "Menyikapi Perbedaan Awal Ramadhan"