Letusan Yang Wajar Tapi Tsunamipun Menghajar

Suasana riuh kesedihan mungkin tidak tergambar sebelumnya, semua serba ceria, gembira, tenang dan merasa aman, walaupun jauh di laut sana tiba-tiba awal bencana itu bermula. Saya kali ini juga terlambat update di medsos soal peristiwa yang terjadi tanggal 22 Desember 2018 tersebut, kala itu saya sedang di basecamp pendakian gunung, menanti untuk Mendaki Gunung Kembang Via Blembem dan susahnya sinyal GSM di sebuah gunung adalah hal yang wajar. Tahu tentang peristiwa tsunami selat sunda tatkala saya sudah turun dari gunung, itupun saya masih bingung apa yang terjadi sebenarnya karena berita begitu banyak, dan darimana dulu yang harus di baca agar runut.

Letusan Gunung Anak Krakatau
Letusan Gunung Anak Krakatau Tanggal 23 Juli 2018
Sumber : PVMBG

Tanggal 22 Desember 2018, yang pertama diberitakan adalah gelombang pasang sekitar Ayer dan Lampung Selatan yang menerjang bangunan sekitar pukul 21.30 WIB. Beberapa instansi pemerintah memang berusaha “menenangkan” dengan tweet :
  1. BMKG tidak mendeteksi gempa besar yang membangkitkan tsunami
  2. Air pasang tersebut tidak ada hubungannya dengan erupsi Anak Krakatau
  3. Air pasang tersebut adalah gelombang pasang apalagi sekarang sedang purnama
Mungkin cuitan-cuitan info di atas sudah tidak ada lagi, bisa karena sudah diralat (baca:edit) atau memang salah infonya dan dihapus saja he he..

Kalau pendapat saya dan kebanyakan netizen, memang untuk urusan early warning Indonesia masih terkesan tabu, seakan-akan nanti akan meresahkan masyarakat, bikin panik atau nanti sektor pariwisata akan surut. Memang apa-apa terkait orang banyak itu sulit, ada orang yang dikabarkan tentang prediksi potensi sebuah tsunami malah jadi geger. Seakan-akan kalau kita bilang itu TSUNAMI bakal memperkeruh keadaan, padahal namanya tsunami bisa karena : gempa besar (tektonik), bisa karena longsoran, atau apapun yang memindahkan sejumlah volume air , sehingga volume air yang terdesak tadi bergerak ke arah pantai dan menimbulkan gelombang pasang.

Berikut video animasi terjadinya tsunami karena longsoran, sekedar contoh saja :


Tanggal 23 Desember 2018, baru semua orang menyadari dengan mata sendiri kalau yang terjadi semalam adalah tsunami, apalagi di beberapa tempat gelombang air lautnya lebih tinggi daripada di Anyer, dan juga semakin bertambahnya korban.

Terus apa penyebab terjadinya tsunami tersebut ?
BMKG ( Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) selaku badan yang selalu jadi rujukan tentang info gempa dan tsunami ( tsunami yang karena gempa), jelas tidak bisa memberikan peringatan dini karena penyebab tsunami di selat sunda tersebut bukan karena gempa. Jadi kita semua tahu sekarang tidak semua tsunami diakibatkan oleh gempa tektonik. Terus yang memberikan peringatan dini terhadap tsunami secara umum siapa? Entahlah..., katanya memang tsunami di Selat Sunda tanggal 22 Desember 2018 itu kejadian yang langka.

Kita akui saja, manusia itu lemah, dengan kejadian tersebut maka sudah saatnya kita semua memperbaiki diri, di kawasan yang kita hidup ini berbagai bencana harus disadari potensi terjadinya, bagaimana kesiapan kita menghadapinya juga harus terus ditanyakan, berharap yang terbaik dan siap hal terburuk bukan hanya semboyan.

Pemberitaan apa penyebab tsunami di Selat Sunda semakin banyak, dan semua bermuara dan tertuju ke GAK ( Gunung Anak Krakatau). Sebuah gunung muda yang tumbuh di sisa-sisa letusan  gunung legendaris di tahun 1883, dan keaktifan GAK adalah hal yang wajar dimana gunung yang masih dalam masa pertumbuhan akan sering erupsi.

Tipe erupsi atau letusan GAK selama masa tumbuh ini dominan letusan tipe strombolian. Material yang di keluarkan lewat kepundan/kawah akan terlempar di sekitar tubuh gunung, akan menumpuk dan membuat tubuh gunung bertambah besar oleh tumpukan tersebut. Sekali lagi tipe letusan itu adalah wajar, tidak perlu ditakutkan asal kita berada di jarak aman kita bisa melihat dan memfotonya.
Pertumbuhan Badan Anak Krakatau dari tahun 2016 - 2018
Sumber : Twitter OysteinLAnderse
Begitulah warning yang biasa saya tahu dari pihak PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) bahkan sampai tanggal 23 Desember 2018 di pers Rilis Aktivitas GAK apakah tsunami tersebut ada kaitannya dengan letusan GAK itu juga masih di dalami. 

Sebab Flank Collapse
Flank Collapse adalah longsornya sebagian sisi tubuh gunung, dan kita tahu penyebab tsunami salah satunya adalah adanya longsoran yang masuk ke laut.  Adakah buktinya kalau GAK mengalami longsoran ? Berikut citra satelit milik Jepang :

tsunami selat sunda
Flank Collapse Anak Krakatau 
Dari gambar di atas, pada gambar kiri terlihat tanggal 20 Agustus 2018 yang dilingkari merah adalah sisi barat daya. Kemudian gambar kanan tanggal 24 Desember 2018 sisi barat daya ini ada perubahan ketinggian selayaknya terjadi longsoran ( flank collapse)

Apakah ini ada hubungannya dengan erupsi GAK ? tentu ada walaupun tidak secara langsung , dengan menumpuknya material di atas tubuh anak krakatau dalam jumlah banyak dan waktu relatif cepat maka bagian yang mudah longsor akan mendapat tekanan lebih sehingga terjadilah longsor tersebut.

Kenapa bagian barat daya yang longsor ? ternyata bagian barat daya ini berdiri di atas sisa kaldera (kawah letusan) tahun 1883 dan hal tersebut pernah di teliti, dituangkan dalam sebuah paper di tahun 2012 silam. Paper dengan judul "Tsunami hazard related to a flank collapse of Anak Krakatau Volcano, Sunda Strait, Indonesia"  ditulis oleh : T. Giachetti, R. Paris, K. Kelfoun and B. Ontowirjo telah menggambarkan dengan jelas potensi tsunami yang diakibatkan oleh Flank Collapse Gunung Anak Krakatau.

anak krakatau
Tampak Simulasi Longsoran Anak Krakatau Yang Tumbuh Di Atas Sisa Kaldera 1883

Adapun animasi (by catnews)  terkait longsoran Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami  sebagai berikut :

Akhirnya di hari tulisan saya ketik tanggal 27 Desember 2018, status Anak Krakatau pun dinaikkan setelah mengevaluasi aktifitasnya, yang semula Waspada menjadi Siaga. PVMBG menetapkan radius aman untuk letusan Anak Krakatau di 5 km. Adapun BMKG tetap memberikan warning agar masyarakat tidak mendekati pantai di jarak 500 meter sampai 1 kilometer.
Siaga GAK , Radius 5 km


Bagaimanakah kelanjutan aktifitas GAK? kita monitor bersama sampai tahun 2019 yang tinggal beberapa hari lagi kita memasukinya.


Erupsi GAK di Video dari Pesawat Cessna 208-b
Susi Air pada Minggu 23/12/2018,16.00 WIB

Posting Komentar untuk "Letusan Yang Wajar Tapi Tsunamipun Menghajar"